Kamis, 19 Maret 2020

Kajian Puisi

Antologi Puisi PWNU Jateng




         Bait-bait puisi itu terdengar indah kala para penyair mengumandangkannya malam itu. Suasana dinginnya malam selepas hujan tidak menyurutkan semangat orang-orang untuk datang ke PWNU Jateng guna melihat para penyair membacakan puisinya, termasuk saya juga berada di antara orang-orang yang menyaksikan. Walaupun dengan keadaan waktu dan tempat yang menurut saya kurang nyaman, tapi acara tetap berjalan dengan lancar hingga selesai.
        Saya mengamati para penyair yang membacakan puisi karya mereka maupun karya sastrawan lain, dengan berbekal kemampuan membaca puisi yang indah para penyair membuat penonton larut dalam penghayatan puisi yang dibawakan. Untuk mereka yang menyukai puisi pasti akan sangat menikmati acara, namun bagi saya yang kurang menyukai puisi, acara tersebut sedikit membosankan bagi saya, dan yaaa.. kalian pasti heran kenapa saya tetap datang di acara tersebut sedangkan saya tidak menyukai puisi. Baiklah, berhubung saya baik hati tidak sombong rajin menabung dan tentunya tidak suka berbohong, saya akan mengatakan yang sejujur-jujurnya bahwa saya datang kesana untuk menuntaskan tugas saya, tugas kuliah lebih tepatnya.
        Tugas kuliah membuat saya harus datang kesana dan mengamati bagaimana berjalannya acara. Hha, tentu saja tidak. Saya tidak hanya mengamati bagaimana acara tersebut tapi juga mengamati puisi yang dibacakan para penyair kondang yang datang kesana.
        Salah seorang yang sempat saya saksikan saat membaca puisi yaitu Bapak KH Muzamil, seorang pria paruh baya yang memakai kopiah itu membacakan puisinya dengan lugas, walaupun masih ada kesan malu-malu saat berdiri dibawah tatapan orang-orang, beliau tetap membawakan puisinya dengan elok.
       Puisi yang beliau bacakan mengenai kehidupan dimana kita tidak boleh sombong menganggap semua dapat dilakukan tanpa bantuan sama sekali. Beliau mengatakan bahwa dalam puisi tersebut kita harus selalu ingat pada Tuhan yang telah menciptakan kita, kita harus menuntut ilmu dari manapun termasuk dari guru yang dapat digugu dan ditiru dan kita juga harus bekerja untuk untuk bekal ibadah.
         Puisi yang dibacakan beliau begitu mengena di hati saya, betapa saya selama ini hanya memikirkan untuk bersenang-senang tanpa tau bahwa di luar sana masih banyak orang yang kurang beruntung dan ingin berada di posisi saya sekarang.

Selasa, 18 Februari 2020

Kajian Puisi


Ulasan Puisi Amsterdam Kemarin
Karya Setia Naka Andrian


Puisi sudah bukan sesuatu yang asing lagi bagi Setia Naka, puisi bagaikan makanan sehari-hari. Sudah banyak puisi yang telah tercipta dari pemikiran seorang Setia Naka, bahkan bukan hanya puisi saja yang beliau ciptakan, tapi karya novel pun digarapnya.

Dan salah satu puisi terbarunya yang beliau ciptakan saat sedang berpergian ke Amsterdam yaitu “Amsterdam Kemarin”. Salah satu karya beliau yang menurut saya seperti perempuan yang sedang dalam masa periodnya, -susah dipahami pemikirannya.

Ya, memang seperti itu lah karya beliau menurut saya, susah dipahami orang awam yang tidak begitu menyukai puisi seperti saya.

Diksi atau pemilihan kata pada setiap karya Setia Naka akan terlihat bagus dan menarik bagi mereka yang paham dan suka puisi, namun jika yang tidak suka dan sedang belajar menyukai puisi, jangan coba-coba belajar awal dari puisi karya setia naka, karena menurut saya karya beliau hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang sudah pro akan puisi.

Saya akan mengulas sedikit karya beliau tersebut, sebuah karya puisi yang ditulis beliau saat sedang berada di Amsterdam, puisi yang berisi tentang perjalanan beliau disana.

Saya akan mulai dari pemilhan katanya terlebih dahulu. Sudah saya sampaikan di awal bahwa banyak atau bahkan semua karya Setia naka menggunakan diksi yang susah untuk dimengerti orang awam. Termasuk puisi berjudul “Amsterdam Kemarin” tersebut, pemilihan kata yang menurut saya susah untuk dimengerti sehingga untuk tau maksud dari puisi tersebut membutuhkan waktu yang agak lama, bahkan saya sampai sekarangpun masih bingung dengan isi puisi tersebut.

Lalu tentang struktur puisi lainnya, menurut saya yang tidak tau mendalam tentang puisi dan hanya dapat mencarinya di Google, struktur puisi tersebut tidak ada masalah, semuanya baik-baik saja seperti hubungan saya dengan doi yang baik-baik saja sampai sekarang dan semoga saja akan selalu baik-baik saja sampai nanti halal, amin, wkwkw.

Untuk unsur puisi saya hanya akan mengulas beberapa unsur saja yang terdapat dalam puisi karya Dosen UPGRIS tersebut, seperti tema, rasa, dan tujuan.

Baiklah saya akan memulai dari tema, sejujurnya saya tidak tau apa tema yang ada dalam puisi tersebut, tapi menurut saya mungkin itu mengenai pengalaman beliau saat sedang di Amsterdam.

Lalu yang kedua rasa, rasa puisi atau sikap penyair bukan rasa doi ke kamu yang hanya bertepuk sebelah tangan, wkwkw. Rasa atau feeling yang ada dalam puisi “Amsterdam Kemarin” yaitu tentang pengalaman penyair atau bapak Setia Naka Adrian saat sedang berada di Amsterdam. Beliau mengungkapkan bagaimana pandangan beliau tentang Amsterdam dan keadaan Amsterdam saat itu.

Selanjutnya dan yang terakhir yaitu tujuan atau maksud atau amanat yang terdapat dalam puisi tersebut. Tujuan yang dapat saya ambil dan pahami yaitu tentang keadaan Amsterdam saat itu, dimana Amsterdam tempat yang sangat padat penduduk dengan pelbagai wisata menarik yang banyak dikunjungi turis maupun orang lokal. Setia Naka menuliskan dalam puisinya ‘aku melihat orang-orang terus berputar, mereka memilih berpusingan di atas kanal” yang menurut saya beliau ingin menunjukan bagaimana sibuknya orang-orang disana yang bekerja maupun hanya liburan mengunjungi wisata disana dengan menaiki perahu mengelilingi kanal di Amsterdam yang terkenal indah itu.

Akhirnya ulasan puisi Amsterdam Kemarin telah usai, dan menurut saya puisi tersebut menarik untuk orang yang paham dan suka puisi, pemilihan diksi yang mungkin jarang digunakan penyair lain dan penggunaan struktur lain yang dibungkus apik oleh Setia Naka membuat puisi tersebut terlihat berbeda dan membuat orang penasaran ingin membacanya.